Tentang IQ dan Pengaruhnya Terhadap Anak dan Lingkungan

Posted by Lowongan Kerja Cpns Terbaru Monday, February 20, 2012 0 comments
Tentang IQ dan Pengaruhnya Terhadap Anak dan Lingkungan : Saya yakin, Anda pernah melakukan tes IQ, entah saat masih di sekolah, saat mau masuk kerja di perusahaan, atau pada saat lain. Bagaimana perasaan Anda ketika mendengar bahwa Anda harus mengikuti tes tersebut? Apa yang ada dalam pikiran Anda? Berapa skor IQ yang anda harapkan?
   
Berapapun skor IQ Anda, bukan itu yang hendak saya bahas dalam tulisan ini. Yang hendak saya bahas adalah apa belief atau kepercayaan Anda tentang IQ.
   
Ada dua teori mengenai kecerdasan atau IQ. Teori pertama mengatakan bahwa IQ adalah sesuatu yang tetap, permanen, tidak bisa berubah atau diubah, apa pun kondisinya. Setiap orang sudah dari sono-nya punya IQ dengan “kadar” tertentu. Teori ini dikenal dengan nama entity theory of intelligence karena kecerdasan digambarkan sebagai “makhluk” yang tinggal di dalam diri kita dan tidak dapat kita ubah.
   
Teori kedua mengatakan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang fixed. Dikenal dengan nama incremental theory of intelligence, teori ini melihat kecerdasan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran.
   
Nah, pertanyannya, teori mana yang Anda percayai? Yang pertama ataukah yang kedua? Pertanyaan ini penting karena setiap kepercayaan atau belief Anda tentang IQ punya implikasi spesifik.
   
Oh ya? Apa saja implikasinya? Untuk konkretnya, saya akan membahasnya dalam kaitannya dengan murid sekolah.
   
Murid yang percaya bahwa kecerdasan bersifat tetap akan sangat peduli dengan skor IQ. Entah dari mana mereka mengadopsi kepercayaan ini (mungkin dari orangtua atau gurunya), murid tipe ini berusaha tampak dan tampil cerdas. Mereka sama sekali tidak mau dipandang sebagai anak bodoh.
   
Untuk itu, bagaimana cara mereka melakukannya? Mereka akan berusaha mencapai sukses yang bisa diraih dengan mudah, tanpa harus bersusah payah, dan bisa mengalahkan murid lainnya. Mereka akan mulai meragukan kecerdasan mereka sendiri bila berhadapan dengan murid lain yang lebih cerdas, atau saat mengalami kegagalan, kesulitan, atau tugas yang membutuhkan upaya besar untuk menyelesaikannya. Hal ini bahkan berlaku pada murid yang punya kepercayaan diri yang tinggi terhadap kecerdasan mereka.
   
Murid yang percaya dengan teori yang pertama ini melihat tantangan sebagai ancaman bagi harga diri mereka. Mereka akan menolak atau menarik diri dari suatu tugas yang mungkin akan menyingkap kekurangan mereka. Saat berhadapan dengan kondisi yang sulit, mereka akan menunjukkan apa yang disebut dengan helpless response atau respons ketidakberdayaan.
   
Lalu, bagaimana dengan murid yang punya belief bahwa kecerdasaan dapat dikembangkan? Mereka mengakui adanya perbedaan level pengetahuan dan kecepatan dalam mempelajari dan menguasai sesuatu pada masing-masing individu. Namun, mereka lebih focus pada ide bahwa setiap orang, dengan upaya dan bimbingan, dapat meningkatkan kapasitas intelektual mereka. Ini mirip dengan Zone of proximal Development-nya Vygotsky.
   
Mereka akan terus berusaha dan lebih terbuka dalam menghadapi tantangan. Mereka tidak akan khawatir bila mengalami kegagalan. Mengapa bisa demikian? Sebab, bagi mereka, sebenarnya kegagalan itu tidak ada. Yang ada adalah proses pembelajaran. Bukankah lumrah bahwa belajar untuk menguasai materi pelajaran pasti membutuhkan waktu? Bahkan murid yang menyadari bahwa level pengetahuan dan kecepatan penangkapan mereka tidak cukup tinggi akan tetapi tetap bersemangat untuk belajar dan mengerjakan tugas yang cukup sulit bagi mereka. Mereka tetap tekun dan konsisten.
   
Apa yang membuat murid yang percaya bahwa kecerdasan dapat dikembangkan ini merasa cerdas? Mereka merasa cerdas bukan dengan melihat hasil akhir. Mereka merasa cerdas jika sungguh-sungguh berusaha menyelesaikan tugas mereka, mengeluarkan segala upaya untuk mengerti dan menguasai bidang studi tertentu, mengembangkan ketrampilan mereka, serta menggunakan pengetahuan mereka, misalnya, untuk membantu kawan mereka belajar. Murid tipe ini punya pola respons tersendiri yang disebut mastery-oriented response (respons yang berorientasi pada penguasaan) dalam mencapai sukses.
   
Dengan perbedaan capaian yang diimplikasikan oleh kedua teori tersebut, saya percaya pada teori yang kedua, yaitu bahwa kecerdasan dapat dikembangkan. Lagi pula, Alfred Binet merancang tes IQ sebenarnya bukan untuk mengukur tingkat kecerdasan anak, tetapi untuk mengidentifikasi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di sekolah negeri di Paris. Anak-anak ini selanjutnya ditangani secara khusus agar dapat berkembang lebih baik. Jadi, tes IQ bukan bertujuan untuk memberikan label seperti yang selama ini terjadi dalam masyarakat kita.
   
Saya pribadi telah membuktikan kepercayaan saya itu. Ketika masih duduk di kelas 1 SD, saya pernah tidak naik kelas. Namun, inilah yang justru memberikan sesuatu yang sangat berbeda dalam hidup saya. Bagaimana tidak? Orang-orang pada umumnya menyelesaikan pendidikan SD dalam waktu enam tahun, sedangkan saya dalam tujuh tahun. Kita semua tahu, SD adalah  sekolah dasar. Nah, dengan bersekolah lebih lama di tingkat pendidikan ini dari pada orang lain, itu berarti dasar saya lebih kuat, bukan?
   
Sewaktu duduk di SMP dan SMA, saya juga tergolong murid “biasa-biasa saja”. Sewaktu kuliah S1, saya masuk jurusan teknik elektro. Pada semester tiga, saya hampi OD dan disemester  atas hampir DO. Lho? Apa beda OD dengan DO? Jelas beda. OD itu Out Dhewe, keluar sendiri alias mengundurkan diri. Sedangkan DO itu Drop Out alias dikeluarkan oleh perguruan tinggi tempat saya belajar.
   
Saya lulus S1 dengan predikat “memprihatinkan”. Bagaimana tidak? Orang-orang  selesai kuliah tepat waktu, sedangkan saya malah molor, bahkan hampir DO. IP (indeks Prestasi)? Jelas diatas 2.0 lah, tetapi nggak tingi-tinggi amat.
   
Namun, apa yang terjadi sewaktu saya kuliah S2? Ceritanya berbeda. Saya lulus dengan pujian dan mendapat penghargaan khusus dari rektor sebagai wisudawan terbaik dengan IPK tertinggi.
   
Nah, sekarang jelas kan mengapa saya percaya pada teori yang kedua? Namun, jangan salah mengerti. Saya bisa mencapai hasil seperti itu karena mendapat bimbingan dari dosen-dosen saya. Saya juga dipaksa keluar dari comfort zone dengan berbagai tugas selama kuliah S2.
   
Sekarang saya kuliah S3 di Malang. Saya harus menyetir mobil pulang-pergi Surabaya-Malang tiga kali seminggu. Kalau ada kuliah yang dimulai pada pukul 7 pagi, saya harus berangkat dari Surabaya pukul 04.30 karena harus melewati porong yang macet akibat Lumpur Lapindo. Tujuan utama saya bukanlah mendapatkan gelar doctor, tetapi lebih untuk mengembangkan kapasitas intelektual saya, sesuai dengan teori kecerdasan yang saya yakini.
   
So, hati-hati dengan belief Anda tentang IQ. Mungkin Anda tidak sadar bahwa belief Anda telah tertransfer ke anak Anda. Akibatnya? Resiko Anda tanggung sendiri, lho.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Tentang IQ dan Pengaruhnya Terhadap Anak dan Lingkungan
Ditulis oleh Lowongan Kerja Cpns Terbaru
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://soaltesiq.blogspot.com/2012/02/tentang-iq-dan-pengaruhnya-terhadap.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment